Selingsing Cepaka

Sejarah Desa Cepaka


Pada Zaman dahulu di Pulau Bali terdapat banyak kerajaan yang masing-masing di perintah oleh Raja-Raja Bali. Salah satu dari kerajaan di daerah Tabanan adalah Kerajaan Kaba-Kaba yang diperintah oleh keturunan Arya Belog. 

Pada masa kejayaannya, Raja Kaba-Kaba memiliki daerah kekuasaan meliputi wilayah kecamatan kediri timur sampai wilayah Desa Cepaka. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tanah-tanah retribusi di Desa Cepaka yang merupakan bekas tanah milik Raja Kaba-Kaba. Semasa Desa Cepaka masih di bawah kerajaan Kaba-Kaba, kala itu Desa Cepaka memiliki wilayah sebanyak 7 banjar, 3 banjar berada di bagian sebelah timur sungai Yeh Penet dan 4 Banjar lainnya berada di bagian sebelah barat sungai Yeh Penet. Banjar yang berada di bagian timur sungai yaitu Banjar Cepaka, Banjar Lalangpasek dan Banjar Batanduren, sedangkan banjar yang berada dibagian barat sungai adalah Banjar Tegal Kepuh, Banjar Dangin Uma, Banjar Dangin Pangkung dan Banjar Gamongan. 

Bendesa sebagai pemimpin desa saat itu bernama Gusti Agung Putu Geledeg yang berasal dari Desa Senapahan distrik kediri. Gusti Agung Putu Geledeg menjadi bendesa kerena penunjukan dari punggawa distrik Kediri (1925–1940). Setelah Bendesa Gusti Agung Putu Geledeg tersebut menghakhiri jabatannya pada tahun 1940, maka pencarian pemimpin desa selanjutnya dilakukan melalui pemilihan. Hasil proses pemilihan bendesa yang baru menetapkan Mekel Putu Gog dari Banjar Dauh Peken Desa Kaba-Kaba sebagai Bendesa terpilih untuk periode (1941–1957). Setelah Mekel Putu Gog selesai masa jabatannya, kembali diadakan pemilihan dan yang terpilih sebagai bendesa pada saat itu adalah I Wayan Rapet yang berasal dari Banjar Batanduren. Dalam pemerintahan I Wayan Rapet, Desa Cepaka mengalami perubahan wilayah. Sebagai pemimpin desa, I Wayan Rapet menemukan ada permasalahan berkaitan dengan fungsi pengawasan dan fungsi kecepatan pelayanan kepada masyarakat. 

Kondisi banjar yang sebagian berada di sebelah barat sungai dan sebagian berada di sebelah timur sungai menjadi penyebab utama khususnya di saat terjadi hujan. Pada saat musim hujan sungai Yeh Penet airnya sering meluap sedangkan jembatan yang menghubungkan kedua wilayah Desa itu belum ada. Segala kegiatan baik dalam pemerintahan maupun kemasyarakatan, serta adat-istiadat sering terhalang. Akhirnya wilayah yang ada disebelah barat sungai Yeh Penet diusulkan untuk memisahkan diri dari Desa Cepaka dan bergabung ke Wilayah Desa Kaba-Kaba. Perubahan ini terjadi tahun 1957. Dengan demikian mulai saat itu Desa Cepaka hanya memiliki 3 banjar yaitu : 1. Banjar Cepaka, 2. Banjar Lalangpasek, 3. Banjar Batanduren. Sebelum pemberian nama Desa Cepaka, masing-masing banjar sudah meiliki nama dimana nama ini diambil berdasarkan ceritera sebagai berikut : Banjar Cepaka 

Menurut cerita konon di Banjar ini terdapat pohon Cempaka yang sangat besar,dalam bahasa bali pohon cempaka disebebut cepaka. Pohon tersebut tumbuh di lokasi bale banjar yang sekarang ini. Akhirnya banjar ini disebut Banjar Cepaka. Banjar yang ada pohon cempaka. Banjar Lalangpasek dan Banjar Batanduren Kedua Banjar ini memiliki riwayat yang bersamaan. Menurut penuturan orang-orang tua kedua banjar ini dulunya tidak ada, yang ada adalah Banjar Selingsing yang terletak jauh di sebelah selatan Banjar Bantanduren. Lokasi tersebut berada di area sawah Babakan saat ini, yakni di sekitar Pura Dalem Penataran. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan tempat bersejarah seperti Pura Puseh, Pura Dalem Penataran, Pura Ibu (Panti) dan lain-lainnya. Banjar ini dinamakan Banjar Selingsing karena wilayah desa ini diapit oleh dua desa yaitu Desa Buduk dan Desa Munggu yang keduanya merupakan wilayah kerajan Mengwi. Sementara Banjar Selingsing termasuk wilayah kerajaan Kaba-Kaba sehingga orang mengatakan bahwa tempat tersebut posisinya nyelingsang (istilah bali) maka dari itu tempat tersebut dinamakan Selingsing. Dalam perkembangan selanjutnya penduduk di Banjar Selingsing ini sering merasa gelisah dan tak kerasan bertempat tinggal di lokasi desa Selingsing. Hal ini disebabkan karena terjadi musibah berupa serangan semut yang sangat ganas. 

Serangan ini sempat menimbulkan korban meninggalnya seorang bayi karena digigit semut. Oleh karena itu maka penduduk banjar Selingsing berpindah tempat tinggal dan mengungsi ke sebelah utara mencari tempat yang lebih aman. Di tempat yang baru inilah mereka membuat pondok-pondok dan bermukim. Lokasi yang baru ini merupakan tempat yang penuh dengan pohon-pohon yang lebat (dalam istilah Bali disebut bet tetanduran, yang berarti lebat, tetanduran berarti tanaman), selanjutnya daerah ini di sebut Banjar Batanduren. Disamping itu adapula beberapa penduduk yang menempati lokasi disebelah utara banjar Batanduren dimana tanah ini penuh tumbuhan ilalang yang selanjutnya banjar ini disebut Banjar Lalangpasek. Walaupun kedua banjar tersebut telah memiliki nama tersendiri yakni Banjar Batanduren dan Banjar Lalangpasek namun sampai saat ini kedua Banjar tersebut masih tetap dikenal dengan sebutan Selingsing. 

Orang-orang dari luar Desa Cepaka masih mengingat ke dua banjar ini dengan banjar Selingsing karena mereka megetahui bahwa warga ke dua banjar ini merupakan pindahan dari banjar Selingsing. 

Demikianlah secara singkat tentang asal usul ketiga banjar tersebut dan karena Banjar Cepaka merupakan banjar tertua, di samping itu Cepaka terletak paling ujung utara, dari situlah kemudian diambil nama Desa yaitu Desa Cepaka. 

Berikut Daftar Nama Yang pernah memimpin Desa Cepaka : 
  1. I Wayan Rapet (Alm) / Br. Batanduren (1957-1972) 
  2. I Nengah Gandri (Alm) / Br. Lalangpasek (1973-1979) 
  3. I Wayan Rucita / Br. Cepaka (1973-1979) 
  4. I Nengah Ruja (Alm) / Br. Batanduren (1988-2001) 
  5. I Wayan Wija,SH / Br. Batanduren (2001-2007) 
  6. I Ketut Suharjana, SH /Br. Lalangpasek (2007-2013) 
  7. I Gede Sugita / Br. Batanduren (2013-2019)

"sekian,,

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan sopan dan santun